Labirin Sejarah di Tanah Andalusia For Adinda Azzahra Tour

"Najma, kamu mau kemana kali ini?"

Najma tidak langsung menjawab, ia masih sibuk menekan-nekan tumpukan pakaian di kopernya yang berjubel itu dengan tangannya agar kopernya bisa ditutup. Sisi koper di sebelahnya penuh dengan buku-buku bacaan yang memang tidak bisa tidak dibawa oleh Najma. Bagi Najma, snack perjalanannya adalah buku.

"Sepertinya kamu akan pergi lebih jauh dan lebih lama sekarang?" Sandra bertanya lagi.

Najma berhenti menekan tumpukan bajunya, menatap Sandra. "Iya, Sandra, kali ini aku akan ke Spanyol. Kira-kira dua minggu." Jawab Najma diakhiri dengan senyum, kemudian ia sibuk kembali dengan kopernya yang sepertinya perlu diperbesar.

"Apa? di Spanyol dua minggu? Lama banget!" seru Sandra. Ia ikut duduk, menghadap Najma yang sekarang sibuk mengurus buku-bukunya yang tebal itu, belum dirapikan. "Kamu biasanya tiga atau empat hari saja di satu kota atau negara, selebihnya pasti buru-buru ke tempat lain. Kenapa sekarang lama banget di Spanyol? dua minggu?"

"Sebentar ya, Sandra." Najma merapikan sisi-sisi tumpukan bukunya yang sedari tadi tidak rata. Ia kembali membongkar tumpukan itu dan menyusun susunan yang baru, mencoba agar lebih hemat tempat. Kemudian menjawab Sandra dengan lembut, "Karena perjalanan kali ini berbeda, Sandra. Aku nggak akan jalan-jalan dan foto-foto biasa seperti biasanya."

"Lantas, kamu mau apa nanti?"

"Tentu saja aku mau jalan-jalan disana, tapi bedanya, ini jalan-jalan hati, jalan-jalan pikiran, jalan-jalan iman." jawab Najma dengan senyum cemerlang. Dengan senyuman itu, maka selesai pula kopernya rapi dan akhirnya bisa ditutup. "Kalau kamu nggak ngerti apa yang aku ucapkan, maka abaikan saja." Kemudian ia berjalan ke meja belajar untuk mengambil sesuatu.

Sandra terdiam. Ia seperti menatap pot bunga di sudut ruangan, padahal ia sedang berpikir.

"Aku ikut!"

"Apa?!"

"Aku ikut ke Spanyol!" seru Sandra sembari menepuk-nepuk bahu Najma. "Aku akan siap-siap sekarang!" Sandra segera berlari menuju lemari. Disana, lemari bagian Najma hampir kosong karena telah dipindahkan ke kopernya. Sedang pakaian Sandra masih utuh dan menggunung. Najma buru-buru menghampiri Sandra. "Sandra, ini nggak seperti apa yang kamu pikirkan.."

"Memang kamu tahu apa yang aku pikirkan?"

Najma terdiam. "Ini... sebenarnya aku nggak jalan-jalan disana. Aku mau meneliti tentang sejarah Islam di Spanyol. Kalau kamu ikut..."

Sandra berdiri. "Memang kenapa? nonmuslim nggak boleh ikut meneliti sejarah Islam?"

Najma tersenyum.



***

Najma dan Sandra menikmati keramaian jalanan Spanyol yang dipenuhi umat manusia.  Taksi yang mereka naiki melaju kencang membelah keramaian kota, sampai-sampai Najma harus menegur Pak Supir agar melambatkan kecepatan. Tujuan pertama mereka adalah kota Kordoba, dengan bangunan katedralnya yang menjadi saksi sejarah Islam di Spanyol. Bangunan yang luar biasa.

"Maasya Allah" Najma sudah terpukau, padahal ia baru saja turun dari taksi. Halaman masjid Kordoba yang bersih dan tertata, di tambah dengan besarnya masjid nan megah, membuat hatinya bergetar. Begitu pun dengan Sandra.

"Wow! Indah sekali!" seru Sandra sembari buru-buru menyiapkan kameranya. Ia segera berlari kesana kemari untuk mencari sudut yang pas untuk memotret. Najma hanya tersenyum.

"Ini benar-benar masjid, Najma?" tanya Sandra ketika kameranya sudah penuh dengan foto, padahal baru satu destinasi. "Kok, aku nggak lihat banyak muslim kesini?"

Najma tersenyum. "Sekarang, bangunan ini adalah gereja, Sandra. Jadinya Katedral Mezquita."

"Hah? Gereja?" Sandra terkejut. Masjid yang indah ini, jadi gereja?

"Ayo kita ngobrol sambil jalan-jalan di dalam." ajak Najma, Sandra menurut. Mereka pun masuk ke dalam bangunan yang berwarna kuning kecoklatan itu. Sekejap pandangan mereka tidak dapat berbohong, pilar-pilar penyangga yang megah, yang diselingi dengan lengkungan bergaris merah dan kuning di atasnya, membuat katedral ini terasa sejuk namun bersemangat. Dinding bangunan yang bernuansa arsitektur Islam, namun bercampur dengan sentuhan Gotik ala Eropa. Desain kaligrafi dan bentuk geometris menjadi corak utama impresi artistik di seluruh gedung.

"Banyak sekali bukan, pilarnya?" Najma menoleh, Sandra mengangguk. Najma melanjutkan, "Pilar disini jumlahnya ada 256 pilar."

Kedua mata Sandra membulat. "Apa? yang benar saja? 256?" Najma mengangguk, senang dengan keterkejutan Sandra. "Itu banyak sekali, Najma!"

"Masjid ini dibangun selama 200 tahun, pertama oleh Abdul Rahman Ad-Dakhil, kemudian diperluas berkali-kali pada abad-abad berikutnya." Najma menambahkan.

"Hebat sekali! Pasti dahulu kota ini dan bangunan ini menjadi pusat orang-orang belajar dan beribadah." Sandra terus berkata sembari matanya tidak lepas dari dinding-dinding yang penuh dengan tulisan arab yang sangat menakjubkan disana.

Kali ini, Najma yang terkejut. "Tepat sekali! Pada masa Abdul Rahman III, kerajaan Islam di Spanyol sedang masa puncak-puncaknya. Khalifah sangat mencintai ilmu pengetahuan, pada saat itu bahkan ada lebih dari 600 perpustakaan di Kordoba! Perpustakaan terbesarnya berisi lebih dari 400 ribu buku dalam berbagai bahasa."

Sandra menatap Najma lekat-lekat. "ITU HEBAT SEKALI!"

"Memang! Dulu, jika ingin menjadi terpelajar, orang Eropa akan pergi ke Andalusia ini untuk hadir di tengah-tengah para cendekiawan. Bukan hanya ilmu pengetahuan, Kordoba juga jadi pusat barang berharga di seluruh Eropa. Kulit, sutra, kertas, wol dan kristal diproduksi di Kordoba dan diperdagangkan ke seluruh Eropa." Sandra mengangguk-angguk dan makin semangat. Kemudian mereka menghabiskan setengah jam lagi untuk mengelilingi Masjid Kordoba yang telah menjadi Katedral Mezquita itu.

Sandra bertanya lagi. "Lalu, kenapa peradaban yang gemilang itu bisa hancur?"

Najma tersenyum. Matanya menerawang langit-langit masjid. Kemudian ia melirik jam tangannya, "Ayo, kita cari tahu jawabannya di destinasi selanjutnya."

***


Madinat az-Zahra.

Di sore yang sejuk, mata Sandra tergenang air, menatap dengan kilatan bayangan kajayaan masa itu. Kota ini. Sebuah bukti tak terbantahkan.

"Seperti katamu, Madinat az-Zahra. Kota yang Indah. Ini indah sekali, Najma..." suara Sandra tercekat. Entah apa yang membuatnya sedih, padahal sekitar mereka cukup ramai. Najma mengangguk-angguk, matanya ikut tergenang. Ah, untuk perempuan, tangisan itu menular.

"Kota ini juga dibangun oleh Abdul Rahman III. Kota ini memikat para pengunjung dari tempat jauh dengan misi diplomatik ke Andalusia. Sampai-sampai, Kordoba mendapat julukan 'Perhiasan Dunia' dari seluruh Eropa." Najma menjelaskan, kemudian ia menghirup udara segar Madinat az-Zahra sedalam-dalamnya. Mencoba memasukkan semua sejarah yang terkenang ke dalam hatinya. Pasti saat itu damai sekali keadaannya.

"Tentu saja, tidak ada yang bisa mengelak julukan itu."

Najma mengangguk. "Sayangnya, justru karena ini kehancuran dimulai."

Sandra menoleh. Isyarat agar Najma melanjutkan perkataannya.

"Kehidupan yang tenang dan damai ini melenakan masyarakat. Penguasa Kordoba saat itu sulit mengumpulkan para pemuda untuk memerangi kerajaan, maaf, kerajaan Kristen di utara."

"Tidak apa, lanjutkan saja."

"Kelesuan penduduk akhirnya merambat kepada pemerintah. Menjelang abad kesebelas, perebutan kekuasaan yang biasa terjadi di kalangan kerajaan, akhirnya terjadi."

Sandra mengembuskan napas. Sekali lagi, matanya nanar menatap tiang-tiang kota yang diam membisu. "Itu seperti kutukan untuk setiap kerajaan."

Najma ikut mengembuskan napasnya. Kepalanya tertunduk, sakit sekali untuk menceritakannya. "Bukannya menghadapi kecaman luar, pemerintah malah sibuk berusaha melenyapkan faksi lain, bahkan kelompok-kelompok itu meminta bantuan Kristen dari Utara dan Berber dari Afrika untuk mendukung rencana mereka.

"Masyarakat yang stabil akhirnya harus terlibat dalam perebutan kekuasaan abad kesebelas. Persatuan politik Andalusia bubar menjadi banyak negara bagian yang disebut taifa, mereka saling bersaing. Periode itu disebut periode Taifa."

***


Alhambra, Granada.

Najma dan Sandra melanjutkan perjalanan ke kota Granada pada esok harinya. "Kita akan melihat istana Alhambra," kata Najma pada pagi hari. Maka pergilah mereka berdua ke Granada siang itu, jaraknya lumayan jauh sekitar tiga jam setengah dari Kordoba. Mereka pergi menggunakan kereta.

Selama di perjalanan, Najma melanjutkan bercerita. "Antara tahun 1228 dan 1248, satu persatu kota Islam jatuh ke tangan Kristen. Valencia, Sevilla, Badajoz, Majorca, Murcia, Jaene, dan kota-kota lain. Bahkan, pada tahun 1236 Kordoba jatuh ke tangan Castilia." Suara Najma tiba-tiba tercekat. Desing rel yang digerus cepatnya laju kereta ikut membelah pikiran Najma. Tatapnya jauh menerawang pesona negeri pesepakbola terbaik ini.

"Itu sangat menyedihkan." Sandra menunduk. Ia menunggu Najma melanjutkan ceritanya. Namun, Najma tidak juga bicara. "Kenapa, Najma?"

"Aku nggak enak kalau ngomongnya sama kamu, beneran deh." Najma terkikik. "Soalnya... kamu kan Kristen. Dan aku menceritakan peperangan Muslim-Kristen. Jadinya kan nggak enak."

"Santai saja lah... kita kan disini untuk mengenang sejarah... aku tidak merasa bangga sama sekali lho." Sandra tertawa. Najma tertawa. Kemudian mereka melanjutkan perbincangan, sekali-dua diselingi dengan beberapa canda kecil dan permen coklat yang mereka bawa. Hingga akhirnya tibalah mereka di Granada.

"Maasya Allah..." lagi-lagi kalimat atas apa yang telah dikehendaki-Nya meluncur dari bibir Najma. "Ini lebih indah daripada yang ada di internet. Sungguh." ucapnya terkikik.

"Maa.. sya Allah. Indah sekali." Sandra tidak sadar ia mengucapkan kalimat yang sama dengan Najma. Najma menoleh.

"A... aku tidak tahu harus bilang apa, Najma. Kata-katamu itu sepertinya sangat cocok menggambarkan istana Alhambra ini. Maasya Allah! Luar biasa!" Sandra menjelaskan sebelum keburu ditanya Najma. Najma tersenyum, kali ini senyumnya sangat terkembang. Mereka pun memasuki istana Alhambra.

"Granada adalah bagian Islam yang tersisa di Andalusia. Ada satu dinasti Arab bernama Nasrid yang berkuasa disini, dan mampu bertahan satu atau dua abad. Meski begitu, mereka tetap tak pernah benar-benar mandiri. Mereka tetap harus membayar pajak pada kerajaan Kristen Castilia. Namun, Nasrid berhasil mendirikan monumen terakhir Islam di Spanyol. Alhambra inilah, yang awalnya adalah sebuah benteng pertahanan yang didirikan diatas karang dengan pemandangan kota Granada, seperti yang kita lihat saat ini. Benteng ini sudah ada sebelum kebangkitan dinasti Nasrid. Para Emir Nasrid kemudian memperindah benteng ini menjadi istana.

"Seperti yang kita lihat, istana ini sangat indah, bukan? lengkung tapal kuda yang sama, pola geometris khas Islam, dilengkapi dengan inovasi Granada dan arsitektur Kristen baru, menjadikan Alhambra ini sangat unik. Taman, air mancur, dan serambi bertiang ini mengingatkan kita pada Cordoba dan Sevilla. Namun sayangnya, keunikan Alhambra ini ditiru oleh Castilia. Alcazar dan Sevilla, meniru gaya Nasrid yang kemudian dikembangkan di sekolah dan masjid seluruh Afrika Utara, menjadikannya warisan arsitektural dunia. Di satu sisi mereka meniru, di sisi lain mereka mewariskannya."

Sandra menyentuh dinding Alhambra yang terasa magis. Dindingnya, lukisan geometrisnya... sungguh tiada duanya di planet ini. Namun, semua hanya tinggal sejarah.

"Lihat itu," Najma menunjuk tulisan di dinding, yang ternyata diplester di seluruh dinding Alhambra, "Itu bacanya 'Wa laa Ghallib Illa Allah', yang berarti 'Tiada pemenang selain Allah'. Ini adalah semboyan Emirat Granada, semboyan yang pas untuk sebuah kerajaan diujung tanduk."

"Luar biasa... maasya Allah." Sandra  kembali mengulang kalimat itu. Najma tersenyum. Semua keindahan ini, memang sangat pas dilukiskan dengan kalimat 'Maasya Allah'. Mereka kembali berkeliling di istana Alhambra.

"Setelah berbagai peristiwa, yang sangat sangat sangat rumit, hingga aku pun tidak mampu mengingatnya..." Najma tertawa rendah, disusul tawa Sandra. "Akhirnya istana ini harus jatuh tepat pada tahun baru, 1 Januari 1492. Dan jadilah istana ini sebagai saksi... bahwa kerajaan Islam terakhir di daratan ini, telah habis tak bersisa di Spanyol." Najma mengakhiri kalimatnya dengan embusan napas panjang. Kini mereka sedang berada di sisi terluar istana, dengan pemandangan langsung ke arah kota Granada. Pemandangan yang indah. Sangat indah.

Tidak terasa ternyata matahari sudah akan tumbang. Semburat merah keluar dari langit sebelah barat, burung-burung berterbangan pulang menuju sarangnya. Angin disekitar istana mendesu, seakan-akan ingin menceritakan lebih banyak hal yang telah terjadi di masa lampau.

Najma dan Sandra terdiam, larut akan pikiran masing-masing yang menggelayut sejak mereka mengenang sejarah Islam di Spanyol dari kemarin. Ternyata, dahulu sekali, dunia ini penuh dengan kerajaan, penuh dengan orang-orang hebat yang silih berganti mengisi abad-abadnya. Penuh dengan manusia luar biasa dengan ilmunya yang tinggi, sehingga dapat menciptakan istana semewah ini.

"Najma." sahut Sandra, setelah hening beberapa menit lamanya.

"Hmm??" Najma menyahut, tapi tidak menoleh. Matanya terang menatap Granada yang sebentar lagi akan gelap ditelan malam.

"Aku mau masuk Islam."


***

Dua hari perjalanan ke Kordoba dan Granada, tentu bukan sebuah perjalanan yang cukup untuk setidaknya menikmati sejarah dengan sebenar-benarnya. Dengan sisa waktu yang ada, Najma dan Sandra mengunjungi berbagai kota Islam lain di Spanyol, seperti Sevilla,  Alcazar, Valencia, dan kota Semenanjung Iberia lainnya. Menelusuri sejarah, menambah ketakwaan, dan menekuri kuasa-Nya.

Pada akhirnya, mereka akan merajut semua labirin sejarah di tanah Andalusia.





Sumber tulisan: buku "Sejarah Islam yang Hilang" karya Firas Al Khateeb.
Sumber gambar: google.com


Alhamdulillah... akhirnya selesai. Share this post, ya!!

Komentar

  1. Masyaallah Aifa luar biasa ❤ ��
    Kalo boleh kasih saran background nya jangan yang gelap fa, biar lebih enak bacanya ��

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oke teh siapppp makasih banyak tehhhh ❤❤

      Hapus
    2. Teh dinda tolong di share ya... hehehe

      Hapus
  2. awesome... follow my blog tho :")

    BalasHapus
  3. Baca sejarah itu ga semua nya membosankan. Dan itu terbukti wkwk.... Kereeeen dah 💞💞

    BalasHapus
  4. Baca sejarah itu ga semua nya membosankan. Dan itu terbukti wkwk.... Kereeeen dah 💞💞

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer