Nano-Nano Perjuangan Masuk Perguruan Tinggi... Jatuh Bangun Merawat Mimpi
Namaku Aifa Humaira Akmalia.
Aku
bisa dibilang adalah
seorang pejuang perguruan tinggi.
Dan
ini kisahku...
Pertama
tama harus diketahui bahwa dari keluargaku, tidak ada yang pernah sama sekali
memberiku informasi terkait jalur penerimaan universitas: snmptn, sbmptn, dan lainnya,
semua aku tahu saat kelas 12 saja.
Jadi..
ya begitulah.
Aku
tidak mempersiapkan raporku untuk lolos di snm. Singkat saja, aku sekolah di
sebuah sekolah swasta favorit di bandung. Dan, ada beberapa kelas unggulan
dalam satu angkatan. Sayangnya, aku masuk kelas unggulan saat kelas 10.
Tidak
bangga. Aku justru takut. Aku hanyalah lulusan pesantren kecil di pinggiran Kabupaten Cirebon, yang setidaknya punya mimpi besar untuk diraih. Benar saja,
selama kelas 10 aku hampir tiap hari menangis karena anak-anaknya terlalu
pintar. Aku jadi down sendiri, dan akhirnya mulai malas belajar. Dan aku
terlalu tertutup saat itu.
Karakter
itu berlanjut, kelas 11 aku masuk kelas biasa. Sedikit sedih, namun ada rasa
lega karena ternyata tidak ada hawa ambisius di kelas yang kadang bikin panas
kepala, dan nyatanya selama kelas 11 aku bisa ranking 1.
Perjuanganku
masuk pt justru dimulai dari kelas 11.
Saat
itu aku baru pulang dari Malaysia mengikuti sebuah simulasi konferensi PBB (kisahnya ada di sini Kisah di Malaysia dan lanjutannya disini), dan beberapa hari berikutnya aku mendapat berita beasiswa ke Jerman untuk kuliah. Beasiswa
itu bahkan bisa di daftar oleh siswa kelas 10 dan 11. Parahnya lagi, beasiswa
untuk s1 sampai s3. Tentu saja aku sangat bersemangat.
Aku
dan ibuku pergi ke Jogja memenuhi panggilan tes. Uang nya sisa dari uang jajan
yang diberikan sekolah untuk ke Malaysia, karena selama di Malaysia aku tidak jajan
apa2. Aku jalani tes, tes tulis dan wawancara. Kurasa semuanya kujalani dengan
baik. Itu adalah tes masuk PT pertama yg kuikuti.
11
januari 2018, adalah pengumuman seleksi beasiswa ke Jerman itu. Dan, aku
mendapatkan email bahwa aku lolos.
Emailnya
aku terima saat aku sedang di kelas. Saat istirahat, buru2 aku ke musola karena
ingin seorang diri melihatnya. Aku bersujud syukur kepada Allaah, walau masih
conditional, tapi aku bahagia. Sorenya, aku malah mendapat email bahwa aku
diterima unconditional.
Tentu
saja sepulang sekolah aku memberitahu ibuku. Dan, kami tertawa bahagia. Sesaat
langsung kubagikan berita bahagia itu kepada sanak saudara, guru guru dan teman2ku. bu
Namun,
dua hari setelahnya..
Aku
menerima email lagi. Bahwa diriku dinyatakan tidak lolos beasiswa ke Jerman
itu.
Aku
bingung, cemas, marah... mana bisa aku tidak lolos. Bukankah aku sudah
dinyatakan lolos? Walaupun sebenarnya aku memang merasa ada yang aneh, karena di
email yg aku terima namanya malah Humaira A.A, padahal kan namaku Aifa Humaira
.A. kupikir itu adalah sistem nama di Jerman, nama depan pindah ke belakang.
Saat
kutanyai, ternyata aku memang tidak lolos. Panitia salah mengirimkan email kepada yg namanya mirip denganku, Si Humaira itu..
Aku
merasa duniaku runtuh...
Aku
menangis lama di musola sekolah sampai hampir magrib. Kenapa tidak profesional
sekali? Kalau mau kirim ya hati hati! Mataku bengkak, aku menangis hingga air
mataku kering. Entah bagaimana aku harus mengabarkannya kepada ibuku. Habis
sudah rasa banggaku. Aku tidak apa apa kalau gagal, tapi ini? Beberapa teman mengerti perasaanku. Yg lain
tidak aku beri tahu. Toh, biar saja nanti lupa sendiri. Aku bisa ikut lagi tahun
depan malah. Tapi beberapa orang memang sedikit merendahkan.. yaa kira2 seperti jangan
ngarep ketinggian, s1 mah di Indo aja, gabakal bisa s1 di luar.. lagian
gausahlah kuliah2 keluar (yang kurasa saat ini memang belum bisa aku buktikan).
Semenjak
saat itu, aku sangat trauma memberikan kabar apapun pada keluarga, apalagi
teman dan kerabat. Aku tidak akan mengulanginya lagi. Aku benar benar trauma, sejak saat itu aku gak pernah umumin rencanaku ke siapa pun.
Hingga
akhirnya aku kelas 12. Nyatanya aku masuk kelas unggulan lagi. Aku sedikit
ambisius. Namun aku masih ada rasa sedih, bercampur kebiasaan santai selama di
kelas 11. Tidak terpikirkan snmptn, apalagi sbmptn. Sepertinya motivasiku untuk
kuliah memang sudah terempas.
Sedikit
info, aku lahir di kalangan keluarga yg cukup relijius, bahkan aku menjabat
sekretaris rohis di sekolah. Selalu, pada bulan ramadan aku menghabiskan
waktuku di masjid Salman ITB untuk menghafal quran, mendapat karantina gratis
disana. Dan, seperti yg sudah kubilang pada banyak org, aku sangat ingin menyelesaikan
hafalan quranku.
Untuk
almarhum ayah..
Kelas
12 tidak kusangka akan sangat padat dan berat.
Pulang jam 3 ternyata belum cukup, masih ada les sampai magrib. Saat itu
rohis sedang sibuk menyiapkan acara besar, dan aku masih punya les bahasa
inggris dua hari sepekan. Jadilah selama seminggu aku harus berangkat jam 6.30
sampai jam 6.30 lagi, penat pusing dan lelah. FYI lagi, selama perpindahan
kelas 11 ke kelas 12 aku harus pindah rumah dari Bojongsoang, karena aku butuh
dekat dengan sekolah. Tetanggaku disana juga sering sekali memarahi dan
memukuli anak sulungnya yang suka membuat kupingku panas.
Aku pindah ke jalan Gagak (di kota Bandung), tetapi, tetanggaku, selalu marah2 pada orangtuanya sampai bentak bentak siang malam,
disana aku tinggal bersama kakakku saja, mamah masih di Bojongsoang. Kemudian pindah lagi ke jalan Sukarajin, yang mana banyak tikus, bocor, lembap, bahkan tikusnya suka keluar
dari dalam lubang wc dan kotorannya tersebar dimana mana, sebisa apapun aku
membersihkan rumah tidak akan pernah bersih. Lagi lagi, tetanggaku lagi bikin
ulah, ia selalu menyalakan musik keras2 hingga dini hari. Pindah lagi, barang2
dipindahkan ke Cimahi namun aku masih tinggal di Sukarajin di rumah paman.
Permasalahan tikus masih ada, namun rumah pamanku sangat kecil, tidak ada
tempat yg nyaman untuk belajar, dan selalu banyak tamu, aku bingung harus
belajar dimana. Akhirnya aku ikut pindah ke Cimahi dan menghabiskan 3 jam hanya
untuk sampai ke rumah. (Pasteur selalu menjadi alasan menuanya wajahku di jalan).
Aku tidak ingin menyalahkan keadaan, namun itu semua kurasa benar adanya, semua
kegiatan ini, semua perpindahan rumah ini, semua tetanggaku yang ribut, adalah
alasan aku tidak fokus di sekolah, dan tidak bisa belajar di rumah.
Awal
2019, kakakku akhirnya menikah, dan dengan baik hati kakak iparku menyewakanku
kostan dekat sekolah. Aku memilih kostan paling murah karena tidak ingin
memberatkan. Kostannya disamping sungai, justru aku senang karena aku suka
suara air. Namun, ah lagi lagi. Kukira kostan campur itu akan lumayan baik jika
warganya sedikit bisa menjaga adab. Nyatanya tetangga kamarku laki laki 2 orang,
depannya lagi adalah perempuan tiga orang, ternyata mereka satu sekolah dan
sedang pkl. Betapa mengerikannya aku melihat mereka saling berkunjung ke kamar
satu dan lainnya, setiap kupulang sekolah mereka sedang bernyanyi ria dengan
pintu selalu terbuka (jangan tanya, auratnya kemana mana). Buruknya lagi, teras depan kost selalu
kotor dengan kotoran kucing bertumpuk2.
Aku
cukup stres saat itu. Keuangan tidak baik, (sebenarnya selalu tidak baik sih).
Apalagi pengeluaran kelas 12 tidak bisa dibilang sedikit. Aku sampai harus
puasa daud, walau akhirnya menjadi ibadah kesukaanku hingga saat ini. Aku
meminta pindah kostan yg lebih nyaman. Akhirnya pindah lagi, lebih jauh, namun
lebih nyaman dan aman. Di kostan baru aku hanya sendiri, 2 lantai dan 8
kamar. Anehnya, aku tidak takut sama sekali. Aku justru bahagia bisa sendiri. (Inilah salah satu bukti aku introvert ><). Haha. Oiya, waktu itu kalau ga salah
akhirnya semua barang di Bandung dipindahkan ke Cirebon, sehingga sudah tidak
ada sisa di Cimahi. Artinya, kami pindah kota, lagi setelah belasan tahun.
Back
to my school life. Sudah cukup melelahkan mendengar cerita kepindahanku,
sebelumnya sudah ada belasan kali perpindahan juga (kira kira ada 20x seumur hidup). Namun, semester 2 lebih
padat lagi. Sabtu minggu dibabat. Bahkan sampai menginap di sekolah. Menginap
pun belajarnya sampai jam 12 malam. Jujur saja, dari semua fasilitas sekolah
itu, tidak ada pelajaran yang masuk ke otakku! Aku hanya hadir, duduk, mendengarkan.
Merangkum yang kubisa rangkum. Dan pulang dengan keadaan letih. Aku tidak bisa
belajar banyak banyak. Padahal selama smp aku ranking 1, disini kumerasa kecoa
yg numpang lewat. Betapa hebatnya kawan2ku itu, kuat mengerjakan soal hingga larut
malam. Saat itu aku pun mendapat les
gratis dari kakak2 itb penerima ybm bri. Setiap ahad. Dan akhirnya tidak ada
hari libur.
Bulan
januari sampai februari 2019 aku benar-benar disibukkan untuk melengkapi berkas
beasiswa ke luar negeri: turki dan malaysia. Haha,
kalau yang kenal denganku pasti tahu sekali kenapa aku suka turki. Aku sangat ingin dapat beasiswa
ke turki itu. Kalian pasti tahu beasiswa YTB itu. Untuk yang beasiswa ke
malaysia, aku bahkan sudah lolos tahap berkas dan selanjutnya tinggal wawancara.
Namun..
ya. Aku mendapat email bahwa pihak beasiswa yg malaysia dengan berat hati tidak
dapat melanjutkan proses beasiswa dikarenakan kekurangan biaya. Entah bagaimana
pokoknya intinya seperti itu. Walau itu bukan termasuk kegagalan tapi rasanya
tetap saja aku gagal lagi.
Saat
itu juga bahkan aku berniat mendaftar beasiswa ke jepang dan inggris. FYI saja
sebenarnya aku ini sudah sangat bersemangat kuliah keluar negeri sejak kelas
10. Aku selalu ikut pameran pendidikan luar negeri, sudah sangat paham alurnya
bagaimana dan berkasnya apa saja. IELTS, sertifikat A-level, atau kalau tidak
ada A-level bisa foundation dulu, lalu ya personal statement, dan lain-lainnya.
Kakakku
waktu itu sudah menyanggupi kalau aku mau tes ielts. Aku bahkan sudah dapet
kontak buat tes A-level. Tapi.. ya begitulah. Terlalu rumit aku uraikan disini.
Kalau SMA mu bukan kurikulum intrnasional, semuanya akan serba ribet. Jujur
saja memang untuk s1 ribetnya ribet sekali. Ah, memang sepertinya nanti saja s2
kali ya?
Hingga
akhirnya aku melarikan diri. Ya, aku mendaftar sebagai panitia P3ri salman itb. Divisi
takjil tepatnya. sebulan
sebelum ramadhan kami harus sudah membungkus kurma. Aku sangat bersemangat. Aku
tidak tahu dari mana semangat itu berasal. Saat itu menjelang usbn, dua minggunya
lagi un, dua minggunya lagi utbk gelombang pertama. Namun, aku tidak terlalu
menghiraukan semua ujian kertas itu dan lebih memilih menghabiskan banyak waktu
di sekre p3ri membungkus kurma.
Sampai kakak²nya geleng2 kepala melihat rajinnya aku membungkus kurma.
"Aku datang ke sekre, aifa lg bungkus kurma. Aku keluar sebentar, aifa masih bungkus kurma. Aku tidur sebentar, bangun2 aifa masih bungkus kurma! Sadarlah Aifa, istirahat!" Aku hanya tertawa. Aku tidak merasa letih sama sekali. Satu hari bisa kubungkus 2000-3000. Kebanyakan aku sendiri, kadang dibantu panitia lain. Pulangnya aku hanya merangkum, tidak latsol, tidak menghafal. Namun, aku benar2 bahagia kerja di div.takjil. Dan aku rasa ini amanah yg besar.
Snmptn aku mendaftar
kimia ugm. Sedikit nekat dan mengabaikan protokol snmptn biasanya: satu
provinsi. Aku sedang ingin inginnya ke ugm. Dan hasilny nyata: gagal.
Ramadhan
1440 datang. Aku memilih tanggal paling awal utbk gel.2, 11 mei. Alasannya
jelas: aku tidak mau belajar2 lagi. Pokoknya dalam pandanganku saat itu: ramadhan
bulan khusus istirahat, menghafal quran, di masjid bantu2 p3ri dan lain2nya kecuali belajar. Ingin sudah kuakhiri semua belajar ini. Lelah sekali. Akhirnya
utbk kedua selesai dan aku menjalani kerjaan baruku sebagai staff penuh
div.takjil. oiya, bahkan saat2 itu aku sibuk menjalani program orientasi,
pelatihan, dan diksar relawan dari Rumah Zakat. sudah terdaftar sebagai relawan
di rumah zakat, aku ikut berbagai program penyaluran. Bisa dibayangkan betapa
tidak fokusnya aku pada pelajaran utbk. Aku sedang ingin banyak waktu diluar
kelas. Sekolah terus... mumet rasanya.
Aku
cukup tertekan saat itu ditambah beberapa orang mulai mempertanyakan lagi
beasiswaku yang ke Jerman… aku sudah melupakannya tapi mereka ternyata tidak
lupa. Bahkan sampai kepala yayasan tau, semua guru hampir
tau tentang hal itu. Hal yang sangat membuatku bingung adalah saat itu ketua
yayasan bahkan menceritakan diriku saat parents day, a"da siswa kami yang dapat
beasiswa sampai s3 bla blab la". Rasanya aku ingin ditelan bumi saja.
Suatu hari saat ramadan itu aku bertemu dg ustazahku waktu smp, di kortim masjid salman itb. Beliau menangkap wajah lelahku dan khawatirku. Sesungguhnya aku cukup khawatir tidak lolos utbk, namun tidak antusias juga untuk kuliah. Ada rasa dalam diriku untuk istirahat sejenak, mengembalikan semua kewarasan, dan mengkhatamkan hafalan quranku. Dengan semua bujuk rayunya ustazah meyakinkanku untuk menghafal dulu, karena justru itu cita2 ku yg utama. Dan kata ustazah, akan sangat sulit mengkhatamkan hafalan jika aku sambil kuliah. Bisa memang, namun ya sulit. Sulitnya itu sulit sekali.
Di akhir pembicaraan, aku diberinya sebuah buku, kuingat judulnya oase alquran. Dan membagikan sebuah broadcast sebuah mahad quran yg sedang open recruitment.
Akhir2
ramadhan aku berkontemplasi dg diriku sepenuhnya di masjid salman. Bisa
dibilang jarang sekali aku ke kostan. Pagi sampai sore aku membungkus kurma,
sore jaga stand takjil, malamnya itikaf di balkon masjid. Aku itikaf jauh
sebelum 10 hari terakhir. Kadang aku memenuhi panggilan relawan dan pulang
tengah malam ke salman. Sahurku dan makan malamku semuanya dr salman. Bahkan
kadang sahur dengan makanan berbuka, haha sampai di ejekin terus waktu itu,
karena kotak nasi waktu buka nggak pernah abis. Waktu kosong dan lelah aku
membaca dan menghafal alquran. Tidak terlalu kepikiran dg lolos tidaknya aku di
sbmptn. Bahkan sepertinya aku tidak berdoa agar diloloskan. Aku bahkan tidak
tahu apa itu jalur mandiri.
Saat
akhir ramadhan itu aku mendapat pengumuman siapa yang lolos tahap berkas YTB.
Kukira aku akan lolos... nyatanya tidak. Aku tidak dapat email interview.
Padahal kurasa aplikasiku sudah sangat baik.
Aku
tidak tahu berapa lama aku menangis. Yang jelas, bayang2 aku tidak akan kuliah
semakin jelas. Entah kenapa aku sedih padahal diriku yang lain sudah ingin
berhenti belajar. Memang berat kalau sudah sekolah di sekolah favorit. Gap year
rasanya aib, bahkan wisuda pun dipanggil bersamaan dengan ptn yg sudah
menerimanya. Rasanya aku ingin menghilang. Aku ingin kuliah, ingin sekali, tapi
semua yang terjadi sudah membuatku lelah dan bikin mumet terus. Apa aku terlalu
tinggi memasang impian?
Entah tanggal berapa aku daftar SBMPTN (waktu itu utbk
dan sbmptn terpisah). Aku masih ingat pilihan pertamaku adalah Kimia UB dan
pilihan keduanya Kimia UNY. Entah kenapa waktu itu aku hanya ingin jurusan
kimia. UN pun ambilnya kimia. Tak tahu deh, padahal ga jago juga (ga jago sama sekali 😭).
Di tengah semua itu aku juga sambal mengurus berkas
untuk ke Mahad (namanya Mahad Quran Rabbani, ada di Bandung). Semua berjalan lancar, dokumen yang dibutuhkan mudah. Aku masih
cukup sibuk mengurus kurma di akhir2 ramadhan karena satu persatu panitianya
pulang kampung, dan sebenarnya mamah pun sudah meneleponku berkali2 kapan aku
akan pulang. Namun, aku udh betah sekali di salman.
10 hari terakhir aku merangkap menjadi panitia itikaf.
Jarang tidur. Aku memperbanyak istikhoroh, hingga akhirnya
wawancara di mahad quran itu.
Naik angkot caheum-ledeng sekali, terus turun dan
jalan sebentar ke dalam, walau sempat hampir nyasar. Rabbani university,
tulisannya spt itu. Aku masuk. Dan cukup kaget, karena luas
sekali, bersih, dan yaa.. cukup megah. Disinilah asrama putrinya.
Terbesit dalam hatiku untuk meyakinkan diri disini
saja, karena suasananya tenang sekali dan yaa pokoknya asramanya bikin aku
jatuh hati. Aku suka banget kebersihan.
Tes wawancara ada dua sesi, pertama adalah uji coba
menghafal satu halaman dalam 30 menit, dan kulalui dg baik. Sesi kedua, sesi real wawancara.
Salah satu pertanyaan yang aku ingat sekali, adalah
‘Nanti kalau lolos sbmptn, bakal milih tetap disini
atau keluar?’
Aku terdiam sebentar. Mengambil napas, dan meyakinkan
diri,
‘insya allah, disini ustazah’
‘yakin?’
‘insya allah, yakin ustazah’
‘soalnya kalau beasiswa nggak sama kayak regular loh
ya, regular bebas mau keluar kapan juga, tapi kalau beasiswa terikat kontrak.
Kalau kamu keluar di tengah jalan, bahkan baru seminggu disini, bayarnya sama
spt satu semester, 8 juta’
Aku cukup deg-degan ketika dibilang spt itu. Dpt dr
mana 8 juta? Haha. Yang jelas, ga bisa dibikin becandaan. Ini serius, aku bakal
pilih yang mana?
Sepulang dr sana, aku makin banyak memikirkan hal ini.
Aku ingin serius dimana? Ingin yang mana dulu, langsung kuliah atau break
hafalin quran?
Dengan segala kewarasanku waktu itu, aku memilih
Rabbani. Aku dinyatakan lolos seleksi dan akhirnya aku menandatangani mou. Saat
itu, pengumuman sbmptn belum keluar.
Ada yang berat dihatiku, namun, aku berusaha
merelakannya.
Malam 28 ramadhan adalah malam terakhirku di salman. Kakakku besok akan menjemputku pulang. Terputar semua kenangan
hiruk pikuk sebagai staff takjil. Nyatanya, aku benar2 menikmati ramadhanku
saat itu.
Dan, kejutan di akhir. Aku malah dapet parsel lebaran.
HAHAHA. Ah seru bgt deh Ramadhan 1440.
6 juli 2019.
Aku kembali ke bandung dan masuk asrama. FYI ini deket
bgt sama UPI. Pokoknya campur aduk bgt perasaanku saat itu, aku sedih, malu,
dan takut. Aku malu nggak kuliah, jujur aja. Kenapa ya aku malu? Kan aku
ngafalin quran. Masih nggak ngerti aja.
Saking malunya, dan saking ingin menghilangnya, aku
uninstall semua sosmed bahkan sampai aku jual hpnya. Ya, aku ingin serius saja
menghafal. Gausah diganggu hp.
Malam2 aku sering kabur ke rooftop, sampai jam 12,
hanya untuk merenungi nasibku kedepannya. Apakah aku senang disini? Tak tahu.
Apakah aku sedih disini? Nggak tau juga. Aku Cuma pengen menangis. Hari2 itu
aku Cuma menangis. Aku nggak kuliah tahun ini. Itu menyedihkan. Temanku semua
kuliah. Teman2 dekatku bahkan dapet kampus bagus. ITB, IPB, UGM, UNPAD. Rasanya
aku sampah, gaguna, bodoh bgt dalam belajar, useless, dan semua perasaan
insecure lainnya.
Semakin hari kujalani tapi aku semakin tenang. Temen2 yang tujuannya sama2 pengen hafal quran, walau motivasinya beda beda.
Afina, teman kamarku saat itu. Org2 disana entah bagaimana cantik2, lembut2,
wajahnya seakan bercahaya semua. Ahli tahajjud, mandi pagi, pada bisa Bahasa
arab. Keren bgt suasananya.
Waktu itu aku sering meminjam hp afina untuk mengontak
mamah, karena masa dauroh masih boleh pegang hp. 9 juli, aku pun pinjam hp
afina untuk membuka pengumuman sbm.
Alhamdulillah, aku ditakdirkan tidak lolos. Sudah
kuduga juga. Akhirnya aku tidak harus memilih akan lanjut d mahad atau kembali
kuliah. Nyatanya, pilihan ku salah jga. UB menjadi kampus paling banyak peminat
tahun itu. Juga UNY. Parah si emang.
HIngga akhirnya ada pengumman kalo santri beasiswa
bakal pindah ke asrama gedebage. Karena asrama panorama (yang itu) sudah penuh.
Aku cukup kesal karena aku ingat gedebage itu panas, berdebu, pokoknya gaenak
lah. Kenapa anak beasiswa diginiin, haha. Malas juga pindah2 lagi.
Tapi ternyata..
Aku masuk kloter satu pindahan. Kami pindah ke,
SUMMARECON BANDUNG.
Yea, summarecon. Yang katanya harga satu rumahnya 4M.
Bukan asrama, tapi rumah. Yang masuknya saja sudah nauzubillah jauh sekali.
Yang punya mall sendiri, punya danau sendiri, bahkan ada jalur tol sendiri.
Entah tgl brp saat itu, aku sampai saat hari menjelang
magrib. Owner Rabbani punya alasan sendiri kenapa santri beasiswa ditempatkan
disini. Namun, aku benar2 menangis dalam hati…
Kenapa? Coba kalian bayangkan. Seumur hidup aku harus
pindah2 terus, apalagi tahun itu semakin pindah semakin buruk kondisi
lingkungannya. AKu sudah hampir 20 kali pindah semasa hidup. TIba-tiba, rasanya
Allah hadiahkan aku untuk tinggal sementara, di rumah yang harganya 4miliar..
Aku gambarkan rumah itu. Lantainya ada 2, luasnya kalo
aku gugling 216m persegi, dan parahnya, aku dapet rumah yang depannya langsung
kolam renang. Aku juga dapet kamar yang ngadepnya ke kolam renang itu.
Rasanya sudah cukup. Aku ga minta apa2 ke Allah. Aku malah
sedikit kecewa dengan jalan yang digariskan-Nya akhir2 ini. Tapi tiba-tiba saja
Ia bayar semua. Disini. Aku tinggal di rumah mewah, makan serba ada, berenang
bisa kapan saja. Suasananya sepi, sangat kondusif untuk fokus. Ditemani teman2
yang shalihah. Dan kegiatan kami bukan sembarangan, kami menghafal quran.
Allah..
Tidak berhenti kuucap fabiayyi aalaa irabbikumaa
tukazzibaan. Yang lebih aku ngerasa blessed, aku punya ustadz dan ustadzah
langsung lulusan Ummul Qura Makkah. dan ustadzahnya itu s1 itb juga s1 makkah. Beliau ini, dua sisi dipenuhi semua. Manjiw bgtt aku jadi terinspirasi sejak saat itu.
Walau masih ada galau dalam diriku namun aku sudah
lebih rela setelah aku di gedebage. Aku yang pertama tasmi’, dan paling banyak
tasmi sampai akhir. Disana bahkan aku mendapat skill baru: memasak. Yang selama
ini aku sekadar wacana untuk belajar masak.
Saat selesai tasmi pertama, kakakku janji akan
memberikan hp lagi. Akhirnya aku main sosmed lagi, dan entah berapa banyak
pesan yang tidak masuk karena semua telah terhapus. Pesan2 yang masuk pun
isinya menanyakan aku kuliah dimana. Kalau anda pernah berada di posisiku,
inilah yang menyakitkan hati.
Tahun itu juga adikku mengkhatamkan hafalannya. Fakta menarik, adikku nasibnya sama sepertiku. Ia
tidak sekolah, menghafal di pesantren biasa. Namun dia dimasukkan dalam grup
takhassus yang hanya 4 orang, ia ditempatkan di apartemen mewah di daerah dago,
belakangnya kolam renang. Tahun itu kami diberi Allah kesempatan
tinggal di tempat tinggal mewah, yang rasanya tidak akan kami miliki dalam
waktu dekat.
SIngkat cerita akhirnya aku wisuda tgl 21 des 2019,
dan aku memilih untuk mengabdi di SD Rabbani sebagai guru tahfiz. Itu adalah
konsekuensi santri beasiswa, mengabdi.
Di masa mengabdi ini aku tinggal di arcamanik. Satu kamar dengan afina dan andien, dua anak inilah yang paling dekat denganku hingga kini. Pagi kami mengajar di SD, sore kami mengajar di TAUD.
Banyak sekali pengalaman yang aku dapatkan semasa jadi guru, apalagi aku dapat
dua anak paling bandel se angkatan itu. (Benar2 bikin aku nyiapin strategi biar
di masa depan aku bisa ngurus anak2 wkwk). Di sini juga skill masakku meningkat naik
level, karena skrg kami harus masak untuk 40 porsi setiap harinya.
Hal yang ingin aku tekankan sekali lagi. Saat itu aku
mendatar lagi beasiswa ke turki, kali ini lebih hati2, bahkan aku menerjemahkan
semua dokumen ke penerjemah tersumpah. Beratus-ratus ribu aku bayar pakai uang
jajan. Aku lebih hati2 memilih univ, lebih teliti menulis esai. Dan lainnya. Sudah
90% yakin bahwa ini lebih baik dr yang kemarin.
Saat itu lah aku mulai belajar lagi untuk sbmptn. Aku
mulai mengubah cara belajarku dari materi oriented, menjadi soal oriented, karena sbm adalah ngerjain soal. Waktu yang benar2 luang aku pergunakan untuk
tasmi lagi, dan belajar materi sbmptn lagi. Aku perbanyak mengerjakan TO. Aku
masuk ke banyak grup ambis baik WA, line maupun telegram. Bahkan beli beberapa
paket premium TO.
Di saat sendiri itu aku ikut berbagai kelas online
baik dari future learn atau dari coursera, dan wow, aku menemukan diriku malah
tertarik sama biologi, terutama materi DNA dan sel, juga system imun dan penyakit
kanker. Kupikir mungkin aku akan pindah haluan ke biologi, daripada kimia.
Padahal selama SMA kelas 3 aku benci biologi.
Saat itu mulai pandemi korona.
5 Mei 2020 aku dipulangkan ke Cirebon. Disinilah awal perjuangan sbpmtn yang real bermula. Aku belajar siang malam. Tapi aku punya satu hal yang tidak ada tahun lalu: murojaah. Rasanya beda sekali saat aku dulu malas2an murojaah dan sekarang belajar sambil murojaah. Sejak pengabdian aku sudah latihan murojaah sambil nyapu, masak, nyuci piring. Aku bawa kebiasaanku itu ke rumah. Dan, yap! Aku bisa TO tiga kali sehari, plus murojaah 4 juz sehari.
Dan, gak lupa beberes rumah.
Beberapa hari setelah lebaran aku ke indramayu, rumah
kakakku. Ternyata disana aku jadi bukan berkunjung, melainkan tinggal. Aku
habiskan jga belajar disana.
Setelah berbulan-bulan menunggu, berdoa, dan merawat
mimpi. Aku menerima kenyataan bahwa aku tidak lolos lagi beasiswa ke turki.
Sudah cukup. Tidak akan pernah aku daftar lagi, bahkan
s2 pun tidak ada niat ke turki. Memang sebenarnya kampusnya dr segi rank
internasional pun, turki tidak ada apa2nya. Apalagi jika aku kuliah disana, aku
harus kuliah 5 tahun. Tapi tetap saja aku sedih.. dan ya itu cukup menguras
semangatku. Sampai air mataku kering.
23 juni, dr indramayu aku harus ke bandung lagi. Saat
itu aku meng-apply semua jalur yang aku bisa ikut. Aku ikut seleksi tahfiz UMY,
tahfidz Telkom, PMDK unisba, bahkan sampai kampus baru seperti antah berantah,
ARS university. Al Imarat pun aku babat. Semua-muanya deh. Nah, hari itu,
sendiri lagi aku ke bandung buat ngambil berkas yang aku butuhkan untuk seleksi
UMY. Yang mana ini diberi tahu oleh temanku andien itu. Dia yang ngingetin kalo
dl nya udh deket.
Aku sampai di bandung, dijemput afina dan diantarkan
ke arcamanik. Seorang diri di sana, hanya berbekal naget dan sosis untuk
digoreng, yang mana aku sebenarnya tidak makan karena ga ada minyak. Jadilah
aku beli nasgor malam itu, yang dimakan dalam 3 kali makan, untuk malam, pagi,
dan siang. HAHAHA (btw aku makan dikit bgt emangg).
Selesai urusanku dengan berkas, aku mulai lagi
belajarku di arcamanik sendirian. Aku memang suka banget sendiri. Bahkan dengan
kondisi seseram itu.
30 juni, aku harus angkat kaki dari arcamanik karena
santri pengabdian akan mengisi asrama vasati. Akhirnya aku pindah ke rumah
dinda di daerah sekitar cicaheum, menginap disana karena ibunya punya
kost-kostan yang ada kamar kosong. Rencananya, aku akan disana sampai tgl
utbk-ku, 5 juli.
Selama di rumah dinda udaranya dingin sekali. Sayang, aku tidak bawa selimut, yang menyebabkan aku kambuh sinusitis. Aku mulai
batuk, pilek, pusing dan sebagainya, padahal aku tidak keluar sama sekali. Ini
adalah pertanda buruk yang pertama.
Tepat tgl 3 juli aku mendapat sms bahwa aku lolos
seleksi berkas beasiswa tahfiz di tel-u. ada rasa senang sekaligus takut, aku
cek jadwalku, ya ampun, ternyata besok tes hafalanny! Aku tidak tahu seperti
apa wajahku saat itu. Khawatir sekali karena akhir2 itu aku mulai ogah2an
murojaah. Mana pake ada technical meeting, yang mengganggu jam2 berhargaku
untuk murojaah terakhir sebelum tes besok.
Apalagi, itu h-2 UTBK plissss!
Hal menarik di hari itu juga adalah pengumuman seleksi tahfiz ARS uni. Asal kalian tau, ini aku Cuma iseng cari2 di google beasiswa
tahfiz, itu juga aku temukan di halaman kedua atau ketigaa gitu,. Dan ternyata
aku lolos di prodi keperawatan. HAha aku Cuma bisa tertawa karena pasalnya uni
itu Cuma nyari mahasiswa baru. Baru berdiri dua tahun soalnya.
Kabar kembali datang, tiba2 dinda bilang bahwa pemilik
kamar yang aku tempati sedang di jalan, akan kembali ke kostannya malam itu juga.
Dinda minta maaf sekali karena harus mengeluarkanku dr rumahnya, which is
really ok, karena aku menumpang, gratis pula, plus makan juga gratis. Akhirnya
aku menelepon afina saat itu juga dan meminta agar diizinkan menginap di
rumahnya.
Afina sigap menjemputku, tapi kami sempat mampir
sebentar ke summarecon, ia butuh mengantarkan sesuatu ke andien. Nyatanya, selama perjalanan aku mendapat whatsapp dari teman baikku
asfi, bahwa aku lolos seleksi berkas UMY.
Damn, hari apa sih ini? Kenapa semua kabar rasanya ada
di hari ini. Aku sendiri bahkan tidak ingat kalau hari ini pengumuman berkas.
Rasanya aku tidak memperhatikan proses apapun selain utbk. Hari itu, aku merasa
sangat bersalah pada andien dan asfi. Karena aku yang daftar asal-asalan ini,
lolos begitu saja sementara mereka yang sangat mengharapkannya malah tidak
lolos.
Tapi, inilah takdir.
Tidak bisa dicegah. Minggu depan aku harus tes hafalan
UMY juga.
Sesampainya di rumah afina, aku segera sibuk dengan
quran. Memang munafik sekali diri ini, baru murojaah waktu mau di tes aja 😭). Aku mulai rada demam, sakitku sejak di
rumah dinda belum hilang.
Esoknya, 4 juli aku mendapat jadwal tes sehabis zuhur.
Kau tahu? Aku tidak bisa menjawab semua soal. Itu sudah cukup menjadi pertanda
bahwa aku tidak akan lolos.
Sehabis wawancara, demamku semakin tinggi. Aku sudah
sangat khawatir tentang utbk besok, pasalnya 37 derajat ke atas tidak akan
diperbolehkan masuk. Masa iya aku harus mengulang utbk tahun depan, hanya
karena demam ini? Afina sibuk menyiapkan segala makanan dan obat juga minuman
hangat untukku. Malamnya aku sempatkan mengerjakan bbrp soal kuantitatif.
Esoknya pagi2 sekali aku diantar afina ke sman 5 bandung untuk
utbk. Suhu tubuhku sudh mencapai 38 tadi pagi. Aku sudah pasrah apakah aku bisa
masuk atau tidak nantinya. Jam 6 kami sudah ditempat padahal baru bisa masuk
jam 8.
Aku sempatkan beli hydrococo, juga afina membantuku
mencari pensil karena aku ternyata tidak bawa pensil selama ini. Aku sempatkan
shalat duha di masjid al kautsar. Nyatanya, aku lolos tes suhu setelah salat
duha itu. Dan akhirnya aku bisa utbk.
Jujur saja selama utbk aku sangat berusaha untuk tidak
pilek, dan tidak batuk. Dan lebih lebih aku sangaaat pusing saat itu. Mataku
panas menatap layar. Entah bagaimana caranya aku menjawab soal. Mana subtesnya
acakadut, sangat berbeda dengan TO TO yang kujalani, walau kurasa cukup yakin
akan jawabanku. Kupikir aku akan lebih siap di SIMAK UI atau SMUP unpad nanti.
FYI, saat itu aku memang sangat bucin UI sampai aku
pasang status UI melulu. Padahal aku juga daftar pil 2 di biologi IPB, namun
aku bahkan tidak ingat sama sekali. Di pikiranku hanya ada, UI.
Kedinginan, pusing, panas, aku sangat yakin tidak akan
lolos UTBK. Pulang2 aku dipaksa istirahat total oleh afina. Aku menerima
kenyataan bahwa aku tidak lolos seleksi tahfiz tel-u. haha aku hanya bisa
tertawa mengulang kembali tes paling hening itu.
Sampai 7 juli aku hanya bisa berbaring di kasurnya. Suhuku terus naik. Paling tinggi 39 sih. Sungguh aku tidak enak hanya merepotkan ia disini, aku bahkan tidak membantu pekerjaan rumah apapun. Afina merawatku dengan baik, tapi aku belum kunjung sembuh. 7 juli, aku memutuskan pindah lagi ke rumah pamanku agar tidak terlalu lama merepotkan afina, dan memang aku harus ke klinik. Pamanku juga sudah minta agar aku tinggal di rumahnya. Saat itu alasan kenapa aku tidak langsung ke rumah pamanku adalah karena pamanku sedang sakit juga, bahkan lebih parah sampai muntah2 darah. Tapi aku tetap tinggal di rumahnya hingga tanggal 9 juli.
Hari itu aku pagi2 ke puskesmas untuk tes buta
warna dan tes kesehatan, kemudian ke polban untuk menyerahkan berkas SBMPN
2020. Lalu pulang ke indramayu lagi.
Aku menghabiskan waktu di indramayu banyak dengan
belajar, tapi juga banyak menjaga keponakanku yang belum satu tahun itu. Jujur
saja keponakanku itu kadang bikin tambah capek, tapi kadang bikin aku semangat
juga. Haha.
Saat gap antara utbk dan simak ui ini aku juga ada
jadwal tes hafalan untuk UMY. Hamdalah, UMY hanya menyaratkan minimal 5 juz,,
tidak spt tel-u 30 juz. Saat itu aku hanya siap 8 juz, dan panitia bahkan
bilang segitu sudah bagus. Namun kondisiku benar2 tidak bagus, batuk dan panas
masih menyertai. Entah kapan aku sembuhnya. Yang jelas, saat di tes aku bisa
menjawab semuanya bahkan tanpa berpikir, tapi suaranya, allahumma, amburadul
sekali ditambah batuk2.
Kembali lagi, tanggal 21 juli aku ke bandung dengan
tujuan memenuhi undangan tes polban yang anti dari rumah aja (aku tau kalian pusing drama ini bolak balik Bandung-Cirebon-Indramayu, sama, aku juga pusing waktu itu haha). Aku sebelumnya
setelah utbk memang fokus pada materi2 TKA yang nggak ada di utbk tahun ini.
Jujur aja sebenernya gasiap banget, tapi apadaya.
Tesnya tgl 22 juli, sebelumnya tetap saja aku harus ke
puskesmas lagi meminta surat keterangan sehat. Pamanku pergi setelah
mengantakanku ke puskesmas Puter dekat gasibu. Temanku naelan katanya akan
mengantarkanku ke polban, btw dia memang anak polban, dan teman ambisku di tahun
2019.
Aku memakan nasi kuningku di masjid sebelah puskesmas.
Menikmati butir demi butir nasi sambil merenungi perjalananku sejauh ini.
Apakah ui adalah jawaban terakhirnya? Aku tak tahu. Yang jelas aku sudah sejauh
ini, aku harus terus berjuang jangan sampai berhenti di tengah. Saat itu aku
masih sakit, batuk parah. Aku juga tidak tahu apakah nanti akan berjalan lancar
atau tidak. Mana tesnya siang sampai sore.
AKu berjalan ke gasibu dan nae menjemputku disana.
Kami sempat banyak berbincang, di perjalanan, juga di masjid lukmanul hakim.
Hingga akhirnya kami berpisah saat aku mulai masuk ruangan.
Cukup banyak yang ikut, tapi keajaiban selalu ada. Aku
tidak batuk sama sekali saat ujian. Yang parah adalah ternyata soalnya hanya
tps, sedangkan yang aku pelajari itu TKA. Parahnya lagi tps nya tingkat dewa,
aku banyak banget ngasal.
Aku masih tinggal di rumah paman sampai tgl 25,
sebelum itu aku sempat ke klinik lagi karena kurasa batukku makin parah,
kusangka bronkhitisku kambuh. Namun kata dokter paru2ku masih baik, entahlah
saat itu sebenarnya aku sedang ingin sekali dirawat di rs., haha. (Emang aku
tipe yang suka banget di rawat inap. Kadang kalo periksa ke klinik suka
berharap penyakit berat. Kenapa? Karena enak kalo di rs. Diperhatiin wkwk).
Tanggal itu juga pengumuman polban keluar, memang
cepat pengumumannya. Dan, aku tidak lolos…
Cukup menyakitkan hati. Kukira aku akan lolos
setidaknya di polban. NYatanya gagal. Gagal teruss? Kapan berhasilnya. Aku belum
punya pegangan sama sekali. Sejauh ini masih terlihat abu abu semua.
Tgl 25 juli ternyata teh mila dan kang fahrul ke
bandung, sekalian menjemputku. Tapi karena beberapa hal, aku sampai harus rapid
test dulu, wkwk aku seseneng itu bisa rapid test. AKu juga udah penasaran
selama ini aku covid apa enggak sih. Dan, hasil dr rs hermina Pasteur hari itu
juga keluar: hasilnya adalah non reaktif. Alhamdullillah.
Beberapa minggu aku di
Cirebon sembari menunggu tes simak UI tanggal 5 agustus.
Aku sempat menangis dalam salatku saat pertama kali
sampai di Cirebon. Rasanya menyakitkan. Bagaimana tidak? Semua ini telah aku
jalani, aku belajar terus, aku bolak balik tiga kota sekaligus, sampai aku
sakit sakitan, hasilnya nihil? Tidak terbayang akan seperti apa jika aku harus
gagal lagi tahun ini. Pasti akan sangat menyakitkan. Dan menjadi ujian besar
sekali.
Aku sangat ambis menyiapkan simak ui ini, pasalnya ini
adalah jalan terakhirku ke UI kalau aku ingin benar2 kesana (kenapa harus UI? karena aku iri banget sama alumni, perpus dan fasilitasnya!). Karena UTBK sangat
tidak meyakinkan untukku lolos. Makanya aku sampai berhari2 ga tidur demi
menyiapkan SIMAK ui ini. Untungnya pelajaran TKA sudah aku cicil sejak
persiapan SBMPN polban.
SAkitku belum juga hilang. Aku harus menelan tiga
tablet setiap tiga kali sehari, itu saja sudah membuatku pening.
Namun di tengah itu akhirnya ada kabar bahagia. Pukul
sebelas malam tgl 30 juli, aku mendapat pesan dari andien teman kamarku itu. Ia
mengirim padaku sebuah berkas.
‘de, kamu lolos! Akhirnyaaa’
Aku penasaran, lolos apa? Nyatanya aku lolos ke
farmasi UMY!
Aku cukup speechlees mendengar kabar itu, karena aku
bahkan tidak ingat sama sekali kalau hari itu adalah pengumuman seleksi UMY.
Pasalnya aku juga sudah pesimis tidak akan lolos lagi karena saat tes hafalan, suaraku
amburadul, dan batuk batuk parah. Lolos ke jurusan impianku, farmasi adalah
sesuatu yang amat sangat membahagiakan, apalagi datang di tengah terpaan kabar
kegagalan. Alhamdulillah…
FYI sejak aku gap year aku sudah tidak terlalu
mempedulikan apakah itu aku lolos di PTS atau PTN, yang jelas aku sangat
bahagia jika misalnya aku juga harus di PTS. TIdak ada yang salah dg PTS.
‘dien, tp aku masih nunggu hasil UTBK’
‘gapapa, tunggu aja utbknya. Yang penting, selamat!’
kata dia begitu. Memang aku ini pikirannya hanya utbk dan simak ui saja.
H-1 Simak UI aku kembali lagi ke indramayu bersama
mamah, karena aku harus tes daring dengan sinyal baik dan cukup kuota. Dan aku
perlu wifi di rumah teh mila saja haha.
Tes berjalan lancar, ada satu waktu ia eror. Tapi aku
ngantuk sekali, saking tidak bisa kujawab. Serius, matdasnya susah, aku sampe
cengo. Fisika dan matdas tidak aku isi sama sekali. Matip aku hanya isi tiga.
Sudah kuduga dari awal, aku hanya bisa mengerjakan bio, sebagian besar kimia,
dan tentu saja bind dan bing. Semua system daring ini benar2 membuat mataku
lelah.
Tanggal 7 juli aku masih punya tes penempatan untuk al
imarat. FYI ini adalah semacam kuliah diploma 2 jurusan Bahasa arab. Kalau yang
minat belajar ke negara timur tengah, terutama arab Saudi, maka ini adalah
kewajiban. Apakah aku minat belajar kesana? Jelas aku minat sekali. Tapi
sayangnya kalau kesana pun, kemungkinan besar aku harus menikah dulu karena
mahasiswi harus pnya mahram. Dan itu membutuhkan banyak keputusan besar
kedepannya. Which is, ya liat nanti aku lolosnya dimana deh wkwk.
Tes imarat gabisa dibilang gampang. Justru susah sekali. AKu hampir2 tidak mengerti semua soal. Bahkan saat tes lisan, aku gabisa baca surah al muthaffifin sampai harus buka mushaf. Dan untuk menjelaskan kegiatan sehari2 dalam Bahasa arab saja, aku angkat tangan. Monmaap aku lebih jago b inggris ya Allah :(.
Tanggal 8
agustus aku masih menghadapi tes SMUP unpad. SMUP unpad hanya Tps, dan
menurutku soalnya sangat mudah. Jujur saja aku cukup yakin akan lolos di smup
unpad ini.
Hari itu juga aku menerima pengumuman bahwa aku lolos
seleksi berkas tes mandiri polban. Ya, aku mencoba kampus ini kedua kalinya.
Kenapa aku merjuangin polban? Karena keluargaku semua kuliah disana, dan ya
bisa dibilang karirnya cukup menjanjikan. Kakak sepupuku empat orang disana,
kakakku juga disana, kakak iparku juga disana. Lengkap sudah.
Selanjutnya dikabarkan bahwa pengumuman utbk dimajukan
menjadi tanggal 14 agustus, yang sebelumnya 20 agustus. satu angkatan nasional
panik semua. Ini adalah kabar yang baik, tapi tetap saja masalah deg-degan itu
gabisa disingkirkan. Tgl 14 agustus adalah hari jumat dan memang sepertinya
ltmpt sengaja banget milih hari jumat biar peserta bisa alkahfian dulu dan
salawatan banyak banyak wkwk.
Beberapa hari sebelum pengumuman utbk sbmptn aku
menerima kabar bahwa aku masuk kelas tamhidi di Al Imarat, which is kelas
paling dasar, level satu saja tidak. Haha. Tamhidi kelas persiapan, dan kalau
dari tamhidi brarti nanti selesai 2.5 tahun kemudian. Aku ingin sekali bisa
Bahasa arab tapi rasanya berat kalau aku masuk Al-imarat.
Kemudian aku dinyatakan lolos seleksi berkas ujian
mandiri polban, dan yah. AKu harus ke bandung lagi jika ingin mengikuti tesnya.
Namun aku memilih menunggu pengumuman sbmptn dulu.
Ada satu lagi pengumuman kegagalan tgl 12 agustus, aku
daftar jalur kip tel-u dan gagal lagi. Kali ini aku tidak sedih sama sekali
karena aku sudah punya UMY.
Menanti tgl 14 adalah hari2 terberat buatku. Aku tidak
bisa tidur semalaman, terlalu banyak memikirkan kemungkinan2. Aku gak mau lepas
tahajjud dan berdoa ya allah loloskanlah, di UI. Menangis dalam hati saking
takutnya. Takut mengecewakan lagi. Aku dengan brutal meminta doa dari seluluh
penduduk wa ku dan penduduk Instagram juga. Yang jelas aku ketakutan, trauma,
dan tentu saja mules. Aku sendiri sangat siap thd kegagalan, tapi apakah orang
lain siap? Apakah ortuku siap? Apakah kakakku siap? Bagaimana kalo aku ga
lolos? Kemungkinan besar adalah, jika tidak lolos ptn manapun, jelas aku akan
pergi ke UMY. Hari2 itu bahkan aku sudah cari kosan di sekitar UMY dan
membayangkan diriku pakai jas merah marun. Dan tentu saja, jalan2 di Yogyakarta
akan menjadi pengalaman seru.
Aku masih mengikuti les Bahasa inggris lcdu. Hari jumat adalah hari lesnya. Aku berencana tidak akan membuka pengumuman sampai aku selesai les. Karena kalau lolos maupun tdak, akan menyebabkan aku tdak fokus selama les.
Makanya jam 3 sore aku masih tutup portal ltmpt walau kakakku
memohon agar ia membukanya duluan. Tidak aku biarkan.
Tapi tiba tiba saat lcdu hendak berakhir, aku mendapat
wa dari teman sma ku, fina. Ia bertanya, ‘Fa kamu lolos ya?’ dan hana ‘If, maaf
aku udah buka pengumuman kamu duluan. Hehe’
Jujur saja, kalo boleh jujur. Aku marah saat itu, aku
anggap tindakan itu sebagai tidak sopan. Huh, gimana jadinya kalo aku gagal?
Mau ngabarin juga? Aku sempat kesel tapi segara terkubur karena fina bilang aku
lolos, darimana ia tahu nomor utbk ku? Dia bilang, hal itu mudah karena pdf
pengumuman sbmptn selalu beredar di internet.
Aku shock. Seusai lcdu aku segera ke kamar teh mila
dan membuka portal ltmpt. Hasilnya.. benar. Aku lolos…
Aku benar2 tidak percaya dengan pemandangan di
hadapanku, aku lolos sbmptn? Yang benar saja. 700 ribu orang, hanya 100 ribu
yang lolos, dan di antaranya adalah aku? allah! Aku lolos! Aku lolooooos!
Ya, aku lolos di pilihan kedua, biologi IPB.
Jurusannya aku memang cukup minat, tapi univnya adalah hasil perbincangan
panjang dengan karibku salma, yang sudah kuliah di ipb satu tahun.
Ya ampun, rasanya aku masih melayang2 memandang
pemandangan hijau dan barcode itu. TIdak kusangka ku akan lulus. Hari utbk
langsung terbayang di benakku, dimana aku pusing mencari jalan agar lolos tes
suhu. Semua seakan terbayarkan. IPB bagus, kan? Aku yakin aku tidak salah
pilih. Jujur saja walau aku sangat bucin UI, aku tidak kecewa dengan hasil tgl
14 itu. Aku bahagia selayaknya aku lolos pilihan satuku ke UI.
Tak kusangka ternyata banyak yang sedih mendengar kabar lolosku ke ipb, pasalnya mereka tahu kalau aku sangat ingin mendapat ui. Haha, alhamdulillah. Brrt selama ini mereka benar2 mnaruh perhatian padaku dan melihat perjuanganku. Mereka juga yang mendoakanku. Aku yakinkan pda mereka bahwa aku sendiri bahagia dengan hasil ini, dan tidak apa apa jika aku tidak dapat ui.
Untukku yang menjalani sendiri semua proses ini, melalui semua
kegagalan ini, medapat pilihan dua tidak menyedihkan sama sekali. Sungguh..
Nyatanya memang benar. Tgl 22 pengumuman simak dan tgl
23 pengumuman smup. Aku mendaftar farmasi di kedua kampus tsb dan aku tidak
lolos keduanya.
Jadi, memang inilah takdirnya. Aku di ipb dg jurusan
biologi.
Menjadi maba ipb tidak pernah terlintas di benakku,
tidak aku sebut dalam doaku, namun ya.. inilah hasilnya. Toh setidaknya aku
masih lolos utbk. Dan banyak dibelakangku yang menangis ingin masuk ke ipb.
Tanggal 17 agustus kawanku salma mengirimkan sebuah DM
padaku, ternyata post dari “ipbofficial yang menyatakan bahwa IPB mejadi kampus
nomor 1 tahun ini.
Walau masih versi dikti, tapi setidaknya ini menjadi tanda bahwa aku harusnya bangga bisa masuk IPB. Salma bilang, ‘nih IPB dinomorsatuin, hadiah buat aifa’ aku tertawa.
(Kisah ini diedit pada: 21 Agustus 2021)
Namun, ternyata ini bukan akhir...
IPB, kini menjadi kenangan...
Ig kakak apa?pengen tauu
BalasHapusHalo kak, nama ig nya @aifaakmalia yaa 😁
HapusAifa, your whole story is inspiring me a lot! Ah, aku ikut bangga sama kamu, Fa. Tetep semangat muraja'ahnya dan berjuang bersama di IPB yaa, Fa. Your father must be proud of you to see your fights and effort until this point. Semangat!
BalasHapusSyifaaa😭😭😭 love youuu. Semangat juga di IPB ,❤️❤️
HapusSungguh, gap year itu bukan aib. Akupun gap year, namun aku belajar bagaimana proses itu membentuk kedewasaan dalam diriku dan aku menemukan banyak relasi di masyarakat.
BalasHapusAda banyak pelajaran yang sangat berharga semasa gap year, gap yearku bukan jalan terakhir. Melainkan pilihan pertamaku setelah lulus SMA.Mungkin lain cerita dengan mu yang sangat ambis kuliah. Di SMA aku sangat ambis untuk berorganisasi. Sementara aku yang juga berada di kelas bintang justru malah santai karena teman2 di sekitar ku enjoy-enjoy aja, saling bantu. Bahkan hampir mayoritas teman-temanku yang bisa dibilang cerdas, justru memilih gap year karena mereka ingin bebas menentukan jalan hidupnya.
Intinya, ada berkah di segala cobaan ketika kita mau bersabar dan tawakal kepada Allah. Selamat sudah diterima di kampus pertanian terbaik bangsa. Semangat!!