Friday, 20th October 2017 : Go To Palestine's Embassy Office, Jakarta, Indonesia.

Pada hari Jumat, tanggal 20 Oktober 2017, aku berkesempatan pergi ke Jakarta untuk menghadiri pertemuan dengan Bapak Kedutaan Besar Palestina di Jakarta, Indonesia. Tepatnya di jalan Pangeran Diponegoro No.59, RT.16/RW.5, Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Kami pergi menggunakan bus mini dari Bandung, karena kami semua sekolah di Bandung. Kami pergi jam setengah tujuh pagi dan sampai di Jakarta jam sepuluh, tapi baru sampai di kedutaannya jam setengah dua belas. Yeah, as you know, the traffic!

Oh iya, by the way, acara ini diselenggarakan oleh ketua yayasan sekolahku, salah satu dari program yayasannya punya kursus bahasa Inggris MDWIEC (Majelis Dakwah Wilayah Intensif English Course) dan aku anggota MDWIEC yang, meskipun baru, sudah dianggap seperti anggota lama. Sebenarnya, acara ini untuk practice English kita para siswa MDWIEC, namun bukan itu saja, kita juga belajar dan mencari tahu sebenarnya apa yang benar-benar terjadi di Palestina, bagaimana keadaan terbaru di Palestina, apa kebijakan-kebijakan Palestina dan negara-negara sekitarnya, bagaimana kehidupan para remaja di Palestina, apa saja tugas-tugas tentara Hamas, bagaimana kami bisa berkontribusi dalam pembebasan Al-Aqsho, dan lain-lain. Kami berbincang dengan Pak Kedubes Taher Ahmad dan temannya yang bernama Mu'ammar dalam bahasa Inggris, dalam kesempatan itu juga hadir dua orang pemuda asli Gaza yang datang langsung ke Indonesia. Selain berbincang-bincang mengenai Palestina, yayasan juga memberikan sumbangan kepada Kedubes Palestina. Kami bukan hanya sekadar belajar bahasa Inggris, namun kami juga menggunakan kemampuan kami untuk membela agama dan berjuang di jalan-Nya.


Kalau kalian pikir kantor-kantor kedutaan besar itu memang 'Besar', kalian akan berubah pikiran jika sudah ke kedutaan besar Palestina di Jakarta. Kami juga sebenarnya kaget dan tidak menyangka, tidak seperti ekspektasi kami sebelumnya, bahwa kalau kantor kedutaan itu pasti besar sekali. Namun, itu tidak terjadi di kantor kedutaan Palestina. Gedungnya yang berwarna kuning susu itu tidak terlalu besar, malah hampir seperti sebuah rumah. Kami yang awalnya kebingungan setelah makan siang di sebuah rumah makan padang di dekat stasiun Cikini, celingukan kesana kemari sambil mengikuti pemandu dari kedutaan Palestina, karena tidak ada tanda-tanda sama sekali kalau ada sebuah kantor kedutaan besar negara yang dahulu sangat disegani di dunia, Palestina. Kantornya memang sangat sederhana. Sederhana, namun bukan berarti buruk. Justru tempatnya sangat nyaman dan sejuk, kami seperti memasuki surga setelah sebelumnya kami berpanas-panasan di 'neraka' jalanan Jakarta yang mahadahsyat panasnya. Maklum, kami orang Bandung, kami dikelilingi gunung dan seringnya dingin-dinginan, makanya waktu ke Jakarta jadi merasa terbakar.


Kami selesai makan siang sekitar jam setengah dua belas kurang, sementara yang laki-laki pergi ke masjid untuk shalat Jumat (entah masjid mana), kami diantar pemandu dari kedutaan pergi ke kantor kedutaan. Sesampainya disana, kami disuguhi minuman dan camilan, dan karena para petugas sedang shalat Jumat juga, disana hanya ada petugas perempuan yang sangat baik dan sopan. Kami menghabiskan waktu bersama di ruang pertemuan Kedubes Palestina dan ruang tamunya, ya biasa lah kalau turis sih senangnya foto-foto, mumpung nggak ada CCTV dan petugasnya juga sudah pergi. Jadilah satu jam itu kantor Kedubes seperti milik kami berdelapan (waktu itu murid MDWIEC yang perempuan memang delapan orang yang ikut).


 Sewaktu kami berfoto-foto ria, salah satu kakak kelasku mengambil buku yang ada di rak, yaitu buku tentang fakta dan sejarah arkeologis masjid Al-Aqsha, dan macam-macam berita di Palestina sampai hari ini. Saat kakak kelasku mengambil buku itu, tahunya ketahuan sama pemandu kami yang tadi mengantar itu. Kami sempat khawatir karena tidak bilang-bilang, tapi ternyata malah sebaliknya. Pemandunya (yang belum berangkat ke masjid, mungkin karena menyiapkan ini-itu) tersenyum dan tertawa, bilang ambil saja bukunya, bawa pulang, itu gratis. Ia juga membuka lemari dibawah rak buku itu, yang isinya ternyata buku seperti yang kakak kelasku pegang semua. Lumayan banyak. Kami diperbolehkan mengambil seorang satu buku, katanya memang buku itu gratis buat pengunjung. Kami senang dan berterima kasih (BTW bukunya tebal dan keren banget, jadi nggak percaya kalau itu dikasih gratis, hehe). 


Nah,setelah kami yang akhwat-akhwat shalat zuhur, tak lama kemudian yang ikhwan-ikhwan datang. Tak berselang lama, Pak Kedubes, temannya, dan dua pemuda asli Gaza itu datang dan kami langsung memulai acara. Pak Kedubes Taher Ahmad memperkenalkan dirinya, temannya yang bernama Pak Mu'ammar juga memperkenalkan dirinya sekaligus dua pemuda Gaza itu. Sepertinya kedua pemuda dari Palestina itu tidak bisa bahasa Inggris sehingga harus diperkenalkan. Tapi, kayaknya pak Kedubes sudah dibujuk-bujuk sama Ketua Yayasan deh, atau memang mau mengetes ya, soalnya, waktu Pak Mu'ammar sudah memperkenalkan diri, kami disuruh berdiri dan memperkenalkan diri juga satu-persatu. Pakai bahasa Inggris. Haduh, mana aku yang terakhir, jadi deg-degan. Padahal sih cuma memperkenalkan diri. Nah, setelah memperkenalkan diri, Pak Kedubes memulai ceritanya tentang Palestina.


Aku baru tahu kalau Palestina itu dibawah kekuasaan Inggris dari tahun 1920-1948 itu dari Pak Taher Ahmad. Inggris membolehkan masuknya Kristen, Yahudi dan agama lainnya ke Palestina, dan selama itu ketiga agama samawi tersebut hidup dalam kedamaian. Namun, ternyata Inggris memperbolehkan kepada bangsa Yahudi untuk membuat tanah sendiri di Palestina, dan terjadilah tahun 1948 itu tahun awal kehancuran Palestina. Kami semua mendengarkan dengan khusyuk apa yang disampaikan bapak Taher Ahmad.


Setelah itu, giliran Pak Mu'ammar yang bicara. Pak Mu'ammar sangat fasih bahasa Inggrisnya, jadi bicaranya cepat sekali dan sangat bersemangat menceritakan sejarah Palestina yang kami belum tahu. Penjelasannya sangat banyak dan rinci, sehingga aku tidak tahu apa yang harus aku tulis lebih dahulu di buku catatanku waktu itu. Jadi aku hanya mendengarkan.


Sebelum berangkat ke Jakarta, kami disuruh menyiapkan dua pertanyaan terkait Palestina dalam berbahasa Inggris, tentu saja untuk ditanyakan kepada Pak Kedubes. Nah, setelah acara pemberitaan selesai, kami diperbolehkan untuk bertanya dengan pertanyaan yang kami telah siapkan. Aku kira tidak semua harus bertanya, karena pasti Pak Kedubesnya juga nggak mau ditanya-tanya terus, eh taunya malah diwajibkan satu orang harus bertanya minimal satu pertanyaan sama moderatornya. Memang kayaknya sengaja banget nih :') aku jadi pilih-pilih pertanyaan mana yang telah aku buat untuk aku ajukan pada Pak Kedubes. Aku bertanya di sesi tanya-jawab ketiga karena sesi satu dan dua aku masih takut-takut untuk bertanya. Takut Inggrisku salah. Tapi ternyata semua berjalan lancar. Hehe. Apalagi pertanyaanku diteruskan oleh Pak Ketua Yayasan, Ihsan Abdurrahman, jadi aku senang. Waktu itu aku bertanya, "If Gaza was blocaded, how the aid of food and clothing from the donors can enter the city?" dan hanya aku yang bertanya terkait masalah itu. 


Setelah semua pertanyaan dijawab, dan penutup dikumandangkan (alay banget asli), kami pun menyempatkan untuk foto bersama. Senangnya bisa berfoto bersama Pak Kedubes. Nanti-nanti aku mau lagi deh bertamu ke Kedubes-Kedubes negara lain. Siapa tahu bisa dapat tiket gratis ke negaranya (eakk ga ikhlas ini mah namanya).



Selesai berfoto, kami berganti baju yang tadinya baju formal menjadi kaus MDWIEC karena kami akan berjalan-jalan ke Monas. Aku tidak tahu kapan terakhir kali aku ke Monas, seingatku sewaktu aku masih kelas satu SD. Jadi aku sangat senang bisa ke Monas lagi. Dan ternyata, dua pemuda dari Gaza itu juga ikut dalam bus kami untuk bersantai di Monas!


Yah, begitulah perjalanan kami di Jakarta. Perjalanan yang melelahkan lho. Tahu tidak, kami pulang dari Monas jam setengah empat sore dan sampai di Bandung jam setengah tiga malam dini hari :((((((. Banyak orang Jakarta yang ke Bandung, sih. Karena sudah jam segitu, jadi kami semua menginap di sekolah deh (Yayasan juga punya SD, SMP dan SMA. Kami tidur di SMA).Sekian dulu cerita dariku. Ini artikel pertama, ya, aku mulai dulu saja 'Journey'-ku dari Jakarta. Karena aku merasa perjalananku yang dulu-dulu itu biasa-biasa saja, tidak layak diceritakan :P. 

Komentar

  1. Kalau mau komen komen aja ya ga usah malu malu gitu, hehe. Kritik juga silakan. Terbuka da saya mah :v

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer