SAUDARA DIMAS! -kisah kisah kecil

Sebenarnya ini cerita yang sudah sangat lama. Kira kira sekitar sembilan tahun yang lalu, saat adikku masih 5 tahun dan aku berumur sembilan tahun. Adikku itu, namanya Dimas. Nama panggilan saja sebenarnya.

Jadi, pada suatu hari ada lomba mewarnai. Itu khusus untuk anak TK. Aku yang sebenarnya juga suka menggambar mewarnai jadi ga bisa ikut. Hari itu, aku mengantarkan Dimas ke tempat lomba yang ga jauh dari rumah. Jalan kaki lima menit, akhirnya kami sampai. Ternyata disana ada teman sekelas Dimas, namanya Eca yang keluarganya sangat dekat dengan keluarga kami. Hampir setiap hari kami saling berkunjung dan anak-anaknya bunda Eca malah belajar melukis di Mamah ku. Jadi kami ini sudah seperti saudara, singkatnya Eca itu seperti adik perempuanku.

Eca mendapat informasi lomba dari Ayahku. Dan Bunda Eca segera mengantarkannya ke tempat.

Singkat cerita, Dimas dan Eca melaksanakan lomba dan aku mangawasi dari luar. Setelah selesai, aku bertanya kepada panitia, pengumumannya kapan? Dan mereka bilang nanti sore sehabis magrib. Maka kami pun pulang, Eca juga pulang ke rumahnya. Rumah Eca dan rumah kami jauh sekali jaraknya, tapi tidak menghalangi kedua keluarga untuk bertemu.

Setelah magrib, aku, Dimas, dan kakakku pergi ke tempat lomba lagi untuk melihat pengumuman. Eca tidak bisa datang karena ada keperluan ke tempat lain. Saat pengumuman, suasana sangat ramai. Orang orang sekampung datang ingin melihat piala yang berkilau kilau. Padahal, kalau mereka tahu, piala itu bisa dibeli dengan mudah. Murah pula.

Pengumuman pun dimulai. Aku yang nggak ikut lomba juga ikut deg degan. MC mengumumkan dari juara ketiga. "Juara ketiga diraih oleh.... saudara Adiii" (sebenarnya itu nama asal asalan karena aku lupa lagi nama sebenarnya, 😅 yang penting anak laki laki). Orang yang dipanggil pun maju ke depan untuk mengambil pialanya. Tibalah saatnya juara dua diumumkan.

"Juara dua, diraih oleh...."

Deg. Deg. Deg.

"Oleh..."

"SAUDARA DIMAS! SELAMAT!"

Alhamdulillah! Aku sangat senang, Dimas menang juga. Maklum, siapa dulu dong kakaknya (hehehe), aku juga suka menang lomba mewarnai dan menggambar. Jadi Dimas itu sebenarnya ngikut ngikut aku doang.

Tapi, diluar dugaan, Dimas malah tetap diam di tempat dan duduk setenang-tenangnya, seakan dia ga dipanggil  maju.

"Dim, itu kamu maju! Juara dua? Kamu ga denger?"

"Denger kok" jawabnya datar.

"Ya terus kenapa ga maju?" Aku heran. Sementara khalayak ramai dan panitia juga MC menanti nanti dan kepala mereka celingukan kesana kemari mencari adikku.

"Ya kan, bukan Dimas yang menang juara duanya!" Sahutnya.

"Hah?!" Aku kaget. Bagaimana mungkin, jelas-jelas MC menyebutkan nama adikku, kok! Ada apa sih dengan anak ini?

"Kamu yang dipanggil, Dimas! Kamu juara dua!"

"Enggak, Dimas ga dipanggil."

"Maksud kamu apa, hah? Cepet sana maju!"

Kakakku ikut ikutan heran pastinya. "Kamu kenapa sih? Dipanggil tuh, orang orang udah pada nyariin. Cepet maju sana!"

"Enggak!"

"Dimas!"

"Enggak, Dimas ga menang!"

"Bodoh! Kamu ga mau dapet piala dan hadiahnya? Terus kenapa aku harus nganterin kamu kesini kalo gitu? Maju sana maju!! Biasanya juga maju, kok sekarang gak mau?" Aku mulai gregetan.

"Dimas gak menang, teteh.... (sebutan kakak perempuan dalam bahasa sunda). Bukannya gak mau maju, tapi Dimas ga menang."

Aku mulai ga tahan. Orang-orang sudah menemukan siapa juara duanya, itulah adik aku. Semua orang menoleh ke arah kami. Semuanya menyeru, "Ayo dik, maju! Jangan malu-maluu..." "Wah ini yang menang! Ayo maju!" "Maju... maju..."

Dimas mulai ketakutan. Keringet dingin mulai keluar. Sementara mukaku sudah memerah karena malu dan sedikit marah. Gimana gak marah, dia ngeselin banget! Pengen aku pukul mukanya tapi aku tahan. Bener bener nih anak!

"DIM! DIM! maju Dim, sana!" Kakaku berseru seru.

"Gak mau!"

"DIMAS!" aku mulai sedikit membentak, sedang MC memanggil manggil nama adikku sedari tadi.

"ENGGAK TETEH!"

"MAJU GAK??!" aku menarik tangannya, dia menahan untuk tidak berdiri. Aku tarik lagi dan dia tahan lagi. Susah sekali menarik dia untuk maju, tapi akhirnya dia mengalah dan maju ke panggung.

"Huh! Gitu aja ribet!" Aku bersungut sungut.

Dan ternyata yang menang juara satu Eca, dia diwakilkan oleh kakakku. Aku masih sebel sama anak yang satu itu. Sebelum dia turun, aku udah balik duluan. Sebel banget pokonya!

***

Keesokan harinya, mamah dan ayah sudah tahu apa yang terjadi, mungkin diceritakan kakakku. Saat sarapan, ayah bertanya pada Dimas. "Kenapa kamu ga mau maju? Kamu kan dipanggil?"

Aku memasang wajah jutek dan kesal. Dia menghela napas, "Yah, kan MC nya tuh bilang 'Saudara Dimas' pas manggil juara dua. Nah kan, Saudara Dimas tuh bukan aku! Saudara Dimas siapa? Ya saudara Dimas mah Eca! Pas juara satu baru deh, 'Saudara Eca', nah saudara Eca kan aku! Jadi aku harusnya jura satu bukan juara dua, karena aku kan saudaranya Eca!"

Ayah, Mamah, Teh Mila dan Aku bengong, mencerna kata kata dia yang rada cadel. Setelah kami paham, barulah kami tertawa terbahak-bahak karena kata-katanya. Ternyata begitu! Astaga! Dasar bocahhh..

Ternyata benar, anak kecil itu peniru yang baik. Apa yang dikatakan, dilakukan, maka dia akan menurutinya. Pemahaman kosa kata yang dia miliki juga sangat terbatas sehingga maklum saja jika banyak kesalahpahaman. Tapi kalau dipikir pikir.... Dimas ada benarnya juga... hahaha.
Sebenernya trophynya ga kayak gini sih hehehe

Komentar

Postingan Populer